Senin, 27 Desember 2010

Seorang perempuan yang jatuh cinta pada hujan

Sebenarnya tidak ada yang istimewa pada saya, layaknya banyak perempuan lainnya di dunia, saya suka bersenandung saat menjemur pakaian di siang hari, juga sering menjahit pakaian kala matahari terbenam,dan banyak hal lagi yang sama dengan kebanyakan perempuan pada umumnya, dan juga tak bisa dipungkiri bahwa aku juga pernah merasakan jatuh cinta , yang kadang membuat saya sesak di dada dikala rindu, dan malau malu bila bertemu, saya jatuh cinta pada hujan .
Saya nyaris lupa kapan tepatnya saya jatuh cinta pada, tetapi yang saya ingat waktu itu hujan tidak pernah turun selama berbulan bulan lamanya didesaku, sawah sawah yang mulai kering sementara air sungai makin menyusut, sampai air bersih waktu itu sangat dihemat, terutama untuk minum, kita sampai lupa kapan terakhir kali mencuci dan mandi.
Lalu kata Mak Ijah, dukun terkenal didesaku, hujan sedang bosan. Perkataan itu membuat warga menjadi geger dan bertanya tanya tanpa tau jawabannya. Mak ijah pun berkata” Tentu hujan bisa bosan, dia setiap hari selalu menyuburkan tanaman, mengaliri sungai dan memuaskan dahaga kita.”, lalu seorang warga bertanya,” bagaimana cara yang akan kita lakukan agar hujan dapat kembali?” dan Mak Ijah pun menjawab,” Kemarin saya berbicara kepada hujan, katanya dia menginginkan seorang perawan yan gara rambut sialan ini saya berambut panjang.”
Semua mata memandangku, memang aku bukanlah satu satunya perawan didesaku, tetapi setelah terdapat salon baru didesa kami, semua perempuan berbondong bonding memotong rambut mereka, yang dianggap menjadi tren saat itu.
Hanya aku yang tidak menanggapi tren itu, menurutku saya suka merasakan setiap helai rambut dileher, dipundak, didipunggung saat saya menyisir rambut tetapi gara gara rambut sialan ini saya harus ditumbalkan pada hujan.
Hari itu saya memakai kebaya dan berdiri diatas bukit, sementara warga yang lain memandang kelangit dengan penuh harapan. Selama lima belas menit sya berdiri hujan belum turun juga, sampai saya menyanyikan lagu, yang biasanya dinyanyikan ibuku untuk menidurkanku, saat itupun hujan datang gerimis gerimis, lama kelamaan hujan turun semakin deras. Katanya ia terpesona mendengar nyanyian saya. Saat itu, saya hanya tersipu malu mendengar pujiannya.
Malam harinya warga desa bepesta semalam suntuk, dan banyak sekali warga yang berterimakasih kepada saya, lalu diam diam saya menyingkir pulang.
Kebaya saya mulai lembab sisa terguyur hujan, dan saya pun mengingat ingat saat hujan membelai belai rambut saya. Pelan pelan saya cium kebaya saya,dan masih terasa bau segar hujan disana, sambil memeluk kebaya basah, aku tertidur, sambil berharap hujan datang lagi.
Setelah kejadian itu hujan selalu datang membangunkan saya di pagi hari, setiap hari kami selalu bertemu seperti 2 orang kekasih yang sedang jatuh cinta.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan para warga merasa dengan turunya hujan setiap hari, cucian mereka tidak kering kering, tanaman banyak yang gagal panen, setiap hujan turun mereka hanya bisa masuk kedalam rumah dengan muka cemberut, dan menggerutu dibalik pintu.
Lama kelamaan warga menuntut Mak Ijah supaya hujan tidak datang setiap waktu, akhirnya suatu malam warga menggeret saya kelapangan, termasuk Mak Ijah, ia pun menyalakan korek, sementara saya tak henti hentinya menatap Mak Ijah, saya pun tak menyalahkan warga, karena kami hanyalah pasangan yang sedang jatuh cinta.
Mak Ijah pun berkata padaku,” maafkan saya, saya terpaksa melakukan hal ini, kalau tidak saya akan diusir dari tempat ini.” Sementara api sudah menjilat jilat tubuhku, lalu hujanpun datang seakan tak mau kehilangan, tapi saying kini yang tertinggal hanyalah ragaku yang telah menjadi abu.
Malamnya hujan berduka, ia pun turun luar biasa derasnya, seolah olah ingin menenggelamkan seisi desa
Keesokan harinya hujan tidak pernah datang lagi sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar